Kamis, 27 Januari 2011

Jakarta Masih Kekurangan Mal?

VIVAnews - Pertumbuhan mal atau pusat belanja di Jakarta terus meningkat pesat. Bahkan, sebagian kalangan menilai Jakarta telah penuh sesak oleh proyek properti tersebut.
Namun, ternyata jika dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara (ASEAN), jumlah pusat belanja di Jakarta tersebut masih rendah.
Riset Jones Lang LaSalle mengemukakan, dibandingkan dengan kota-kota lain di ASEAN, pembangunan ritel di sektor mal masih rendah. Ritel per kapita Jakarta baru 4,98 orang/meter persegi. Sedangkan Singapore mencapai 1,08 orang/meter persegi, Bangkok 1,63 orang/meter persegi, Manila 3,82 orang/meter persegi, dan Banglore (India) 4,91 orang/meter.
"Jakarta baru setingkat kota Banglore di India. Jadi, tidak benar kalau Jakarta sudah penuh dengan mal," kata Head of Research Jones Lang LaSalle Indonesia, Anton Sitorus di Jakarta, Rabu 26 Januari 2011.
Menurut Anton, pembangunan mal di Jakarta baru terfokus pada area-area tertentu. Contohnya, di sepanjang jalan Sudirman, puluhan pusat perbelanjaan tumbuh dengan kelas yang sama. Hal itu, membuat mal menjadi tidak dapat bersaing.
"Jakarta berbeda dengan Singapore. Singapore sepanjang jalan berderet mal tapi bisa hidup karena banyak turis, sedangkan di Jakarta kebanyakan keperluan bisnis," kata Anton.
Sebetulnya, Anton menuturkan, di Jakarta masih terdapat area-area tertentu yang bisa dikembangkan untuk pusat perbelanjaan. Secara makro, kawasan Jakarta Timur memiliki potensi besar untuk dikembangkan pusat perbelanjaan baru.
Namun, Anton menyarankan sebaiknya pusat perbelanjaan yang baru dibangun untuk segmentasi kelas menengah. "Pola masyarakat Jakarta telah berubah. Jika dahulu orang mau ke mall rela berjam-jam di jalan, sekarang orang ingin ke mal dekat dengan rumah," katanya.
Untuk kawasan mikro, Anton memprediksi kawasan Tebet berpotensi untuk dibangun mal kecil. Kawasan Tebet saat ini baru dikuasai kafe dan restoran yang berdiri sendiri. Jika dibangun sebual mal untuk kalangan menengah seperti Cilandak Town Square maka dapat potensi tersebut dapat dimaksimalkan.
Berdasarkan riset Jones Lang LaSalle, harga sewa mal di kawasan Jakarta mencapai Rp448 ribu/meter persegi/bulan dengan tingkat okupansi mencapai 82 persen.


Menurut saya :
Saya tidak setuju kalau di Jakarta dikatakan masih kekurangan mall, karna menurut saya Jakarta sudah cukup banyak dibangun pusat-pusat perbelanjaan/mall. Kalau saya bilang jika dibandingkan dengan Negara-negara lain seperti singapure, Jakarta tidak terlalu jauh dengan keaadan mall di singapure. Di singapure memang banyak dijumpai pusat-pusat perbelanjaan bahkan di setiap sudut kota di singapure terdapat mall, itu hal yang wajar menurut saya. Karna singapure sendiri adalah kota belanja/ dikenal sebagai kota wisata. Dan mungkin saja di singapure setiap orangnya mampu menyewa tempat di sebuah mall dengan harga yang terjangkau. Berbeda dengan di Jakarta, yang uang sewa mall-nya bisa mencapai Rp.448/meter persegi/bulan. Mungkin karna hal itu juga yang membuat kota di singapure di penuhi banyak mall.

Saran saya :
Sebaiknya jangan di bangun mall lagi di ibu kota Jakarta. Karna di Jakarta tempatnya sudah penuh & sesak oleh gedung/bangunan bertingkat lainnya, hal itu saya rasa  hanya menambah masalah di ibu kota saja. Belum lagi masalah macet yang sudah terkenal di ibu kota & masih belum ada jalan keluarnya. Lagi pula belum tentu semua orang kita ini mampu menyewa tempat dengan harga sewa yang murah/terjangkau untuk berjualan di mall. Daripada membangun mall, lebih baik uangnya disumbangkan kepada orang yang membutuhkan/ kepada korban bencana alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar