Kamis, 26 Mei 2011

Harapan Baru Perangi Malaria

Tema : Manusia & Harapan
Pemetaan gen pada tanaman obat malaria ini akan membantu ilmuwan mengembangkan spesies ini menjadi tanaman berproduksi tinggi serta memerangi penyakit yang disebarkan nyamuk tersebut. Para peneliti tanaman mengatakan, kode gen Artemisia akan membuat para ilmuwan mampu menyeleksi tanaman muda terbaik secara genetik dan menggunakannya sebagai tanaman induk untuk mengembangkan percobaan tanpa perlu pendekatan modifikasi genetik yang memerlukan banyak waktu. Pemetaan itu telah terbukti menjadi sarana penting bagi kami. Dengan pemahaman baru kami tentang genetika  Artemisia, kami dapat memproduksi varietas nonmodifikasi genetik yang lebih baik…jauh lebih cepat dibanding cara lain.
Sekitar 40 % penduduk dunia berisiko terserang malaria, penyakit yang berpotensi mematikan yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Penyakit itu menewaskan lebih dari sejuta orang di seluruh dunia setiap tahun, dan  korban tewas anak-anak di wilayah Afrika dan Asia mencapai 90%. Para ahli mengatakan, sekitar 6.500 hektare lahan — terutama di China, Vietnam, Afrika dan India — dikembangkan untuk tanaman tersebut pada  2009, yang menghasilkan  30 metrik ton  artemisinin per tahun — cukup untuk sekitar 60 juta pengobatan. Sebagian besar kalangan mengharapkan, kenaikan pendanaan untuk pengobatan malaria untuk mendorong permintaan ACT menjadi sedikitnya 200 juta per tahun dalam dua tahun ke depan. Namun, produksi artemisinin yang rendah di lahan Afika dan Asia menyebabkan bahan itu menjadi mahal dan penurunan areal tanaman telah meningkatkan kekhawatiran akan terjadi kekurangan artemisinin yang ikut menyebabkan lambannya pengobatan ACT di seluruh dunia.
Para ilmuwan mengatakan, mereka berharap mendapatkan benih berproduksi  tinggi untuk petani dalam dua hingga tiga tahun ke depan.Para ahli tanaman yang bekerja di  National Institute of Agricultural Botany di Inggris mengatakan akhir tahun lalu mereka meningkatkan produksi tanaman itu hingga tiga kali lipat dan menarik minat perusahaan obat. Para ilmuwan China juga berusaha meningkatkan produksi tanaman itu. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bulan lalu bahwa peningkatan  pendanaan mulai memberikan hasil dalam upaya memberantas malaria tetapi diperlukan upaya yang lebih keras lagi.
Sumber : http://setengahbaya.info/harapan-baru-perangi-malaria.htm

Selasa, 24 Mei 2011

Pudarnya Nilai-nilai Agama

Tema : Manusia & Kegelisahan

Di tengah gagap gempita arus informasi global yang terus menyeruak, manusia mengalami masa transformasi sosial dan kegelisahan psikologis yang luar biasa. Setiap hari, gambaran tentang peperangan, kemiskinan, bencana alam, dan terorisme disorotkan ke ruang-ruang tengah kita. Hidup terasa sesak dijejali berbagai krisis kemanusiaan yang terus berlangsung di hampir seluruh penjuru dan lorong dunia. Di tengah kondisi demikian, ternyata agama yang selama ini memberikan ketenangan dan kedamaian juga ikut larut menjadi part of problem, bagian pokok problem krisis sosial.
Doktrin agama dijadikan alat legitimasi untuk membaptis kemungkaran sosial. Tragedi-tragedi mengerikan, semisal Auschwitz, Rwanda, Bosnia, World Trade Center, bom Bali, hancurnya Afganistan dan Irak, serta konflik berdarah Israel-Palestina, merupakan epifeni buruk yang menyingkapkan apa yang bisa terjadi ketika kepekaan terhadap kesucian setiap manusia lain telah musnah. Agama justru tampak pesimistis dan mencerminkan kekerasan dan keputusasaan zaman.
Rentetan peristiwa tersebut mengindikasikan bahwa agama merupakan spirit paling strategis dalam mengobarkan perang suci (the holy war). Dan, buku bertajuk Agama tanpa Penganut ini hadir sebagai bentuk kerisauan penulis atas fakta sosial yang sedang bergejolak dewasa ini.  Penulis melihat bahwa tragedi konflik sosial horizontal dewasa ini tidak lagi dianggap sebagai pertarungan politik biasa, tetapi sebagai peperangan kosmis antara kebaikan dan kejahatan. Mereka sangat mencemaskan ancaman pemusnahan sehingga mereka membentengi identitas dengan membangkitkan kembali doktrin-doktrin dan praktik-praktik masa lampau.
Mereka telah mengubah mitos agama menjadi logos, baik dengan menyatakan bahwa ajaran mereka secara ilmiah benar atau mengubah mitologi mereka yang rumit menjadi satu ideologi yang efisien. Akibatnya, dalam praktiknya, mereka sering mengabaikan nilai-nilai tersuci dalam keimanan. Model keberagamaan berdasarkan realitas tersebut masih terjebak dalam konsep fiqh oriented. Semuanya dihukumi hitam-putih, halal-haram, Muslim-non-Muslim, dan stereotip diskriminatif lainnya. Inilah model beragama di tangan agamawan. Mereka fasih bicara agama, tetapi ”gagal” menemukan hikmah dan kebajikan dari agama. Mereka hafal A sampai Z tentang agama, tetapi itu hanya menjadi logos, al-ilm, pengetahuan, yang tak merasuk dalam jiwa. Kegagalan memahami agama inilah yang terus menyulut konflik horizontal tiada henti. Semua akan mengklaim agamanya sebagai satu-satunya jalan kebenaran (truth), jalan keselamatan (salvation), jalan kebahagiaan (happiness), sementara agama lain sebaliknya.

Sumber : buku  Agama tanpa Penganut: Memudarnya Nilai-nilai Moralitas dan Signifikansi Pengembangan Teologi Kritis.   
Penulis            : Abd A’la
Penerbit          : Kanisius Yogyakarta